PENDAHULUAN
Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman,
merupakan sub sistem yang cukup kompleks. Salah satunya adalah komponen biotik
yaitu jasad makro dan mikro, yang secara bersama dengan komponen abiotik
membentuk tempat tumbuh bagi kelangsungan hidup tanaman diatasnya secara
berimbang.
Untuk menjamin kestabilan ini, maka pengelolaan sumber daya alam harus
dilakukan secara seimbang, tanpa harus terjadi perubahan-perubahan besar atau
mendadak. Itulah sebabnya perlunya menjaga keberadaan serta fungsi
komponen sistem dan individu dalam
komponen tersebut.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah diketahui banyak jasad atau
mikroorganisme yang berguna bagi tanaman, bahkan ada yang dapat membantu
tanaman dalam hal penyerapan unsur hara dan menjaga kondisi tanah dengan
menghasilkan sekresi ekstraselular, vitamin, dan zat tumbuh.
Sebagai contoh mikoriza dan bintil akar merupakan bentuk hubungan yang
menguntungkan bagi masing-masing pembentuknya. Menurut Budi et al. (1998) ada tiga bentuk/tipe
mikoriza yaitu pertama Ektomikoriza, jenis mikoriza ini ditemui pada tumbuhan Angiospermae dan Gimnospermae. Miselia cendawan ini berkembang dipermukaan rambut
akar dengan membentuk selaput miselium dan tidak masuk menembus sel-sel akar.
Kedua Endomikoriza, jenis mikoriza ini
dijumpai hampir pada semua jenis tanaman. Cendawan pembentuknya tumbuh di
antara sel-sel korteks akar dan membentuk arbuskulus didalam sel. Ketiga
Ekstendomikoriza, jenis mikoriza ini hanya terbentuk pada beberapa famili
tanaman dan cendawan pembentuknya berkembang diantara, di dalam dan di
sekeliling akar tanaman inang.
Istilah cendawan Mikoriza
Vesikula-Arbuskula (MVA) pertama kali dilaporkan oleh Peyronel, (1923) dalam Trappe dan Schenk, (1982). Hal ini
disebabkan karena dicirikan oleh adanya vesikel dan arbuskel pada akar tanaman
yang terinfeksi dan terkolonisasi. Cendawan ini menginfeksi tanaman melalui
spora, tumbuh dan berkembang dalam jaringan korteks, dimana morfologi cendawan
ini terdiri dari arbuskel, vesikel, miselium internal dan eksternal.
Cendawan mikoriza meprupakan
cendawan obligat, dimana kelangsungan hidupnya berasosiasi akar tanaman dengan
sporanya. Spora berkecambah dengan membentuk apressoria sebagai alat infeksi,
dimana infeksinya biasa terjadi pada zone elongation. Proses ini dipengaruhi
oleh anatomi akar dan umur tanaman yang
terinfeksi. Hifa yang terbentuk pada akar yaitu interseluler dan intraseluler
dan terbatas pada lapisan korteks, dan tidak sampai pada stele. Hifa yang
berkembang diluar jaringan akar, maka berperan terhadap penyerapan unsur hara
tertentu dan air.
Mosse, (1981) melaporkan bahwa
cendawan mikoriza mempunyai sifat dapat berkolonisasi dan berkembang secara
simbiose mutualistik dengan akar tanaman, sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman, serta membantu menekan perkembangan beberapa patogen
tanah.
Proses infeksi mikoriza
Terjadinya
infeksi mikoriza pada akar tanaman melalui beberapa tahap, yakni :
1.
Pra infeksi. Spora dari mikoriza benrkecambah membentuk
appressoria.
2.
Infeksi. Dengan alat apressoria melakukan penetrasi pada
akar tanaman.
3.
Pasca infeksi. Setelah penetrasi pada akar, maka hifa
tumbuh secara interselluler, arbuskula terbentuk didalam sel saat setelah
penetrasi. Arbuskula percabangannya lebih kuat dari hifa setelah penetrasi pada
dinding sel. Arbuskula hidup hanya 4-15 hari, kemudian mengalamidegenerasi dan
pemendekan pada sel inang. Pada saat pembentukan arbuskula, beberapa cendawan
mikoriza membentuk vesikel pada bagian interselluler, dimana vesikel merupakan
pembengkakan pada bagian apikal atau interkalar dan hifa.
4.
Perluasan infeksi cendawan mikoriza dalam akar terdapat
tiga fase:
a.
Fase awal dimana saat infeksi primer.
b.
Fase exponential, dimana penyebaran, dan pertumbuhannya
dalam akar lebih cepat .
c.
Fase setelah dimana pertumbuhan akar dan mikoriza sama.
5.
Setelah terjadi infeksi primer dan fase awal, pertumbuhan
hifa keluar dari akar dan di dalam rhizosfer tanah. Pada bagian ini struktur
cendawan disebut hifa eksternal yang berfungsi dalam penyerapan larutan nutrisi
dalam tanah, dan sebagai alat transportasi nutrisi ke akar, hifaeksternal tidak
bersepta dan membentuk percabangan dikotom.
Manfaat Mikoriza
Lambert
dan Cole, (1980) mengemukakan bahwa pada tanaman Lathyrus sylvestris, Lotus americanus, Coromilla varia, yang
terinfeksi mikoriza umur dua tahun, pertumbuhannya 6-15 kali lebih besar dari
pada pertumbuhan tanaman tanpa mikoriza. Selanjutnya De La Cruz et al., (1992); Linderman, (1996)
menyebutkan bahwa sebagian besar pertumbuhan tanaman yang diinokulasi dengan
cendawan mikoriza menunjukkan hubungan yang positif yaitu meningkatkan
pertumbuhan tanaman inangnya.
Hal ini dapat terjadi karena infeksi
cendawan mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur hara oleh miselium
eksternal dengan memperluas permukaan penyerapan akar atau melalui hasil
senyawa kimia yang menyebabkan lepasnya ikatan hara dalam tanah. Tisdall,
(1991) melaporkan bahwa miselium ekstra radikal didalam tanah sekitar akar
menghasilkan material yang mendorong agregasi tanah sehingga dapat meningkatkan
aerasi, penyerapan air dan stabilitas anah.
Infeksi mikoriza pada akar,
memungkinkan mineral dapat dialirkan langsung dari satu tanaman ke tanaman
lain, atau dari bahan organik mati ke akar tanaman. Juga membentuk lingkungan
mikrorisosfer yang dapat merubah komposisi dan aktivitas mikroba. Hal ini
terjadi karena perubahan fisiologi akar dan produksi sekresi oleh mikoriza.
Menurut Aldeman dan Morton, (1986)
infeksi mikoriza dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman dan kemampuannya memanfaatkan nutrisi yang ada dalam
tanah, terutama unsur P, Ca, N, Cu, Mn, K, dan Mg. Kolonisasi mikoriza pada
akar tanaman dapat memperluas bidang serapan akar dengan adanya hifa eksternal
yang tumbuh dan berkembang melalui bulu akar (Mosse, 1981). Tanaman appel yang terinfeksi mikoriza dapat
meningkatkan kandungan P pada tanaman dari 0,04% menjadi 0,19% (Gededda, et al., 1984 dalam Jawal et al.,
2005). Lanjut Matsubara et al.,
(1998) melaporkan bahwa tanaman yang terinfeksi mikoriza, maka tinggi, bobot
kering, konsentrasi P pada bagian atas maupun akar tanaman mempunyai nilai yang
tinggi dibandingkan dengan tanpa mikoriza.
Tanaman Acacia mangium mampu
menghemat penggunaan P 180 kr/ha/tahun (Setiadi, 2000). Aplikasi P alam pada
tanaman yang terinfeksi mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan, pembentukan
bintil akar, dan aktivitas bintil akar tanaman. Mikoriza dapat pula
meningkatkan kandungan khlorofil, penyerapan air dan zat perangsang tumbuh
dengan diproduksinya substansi zat perangsang
tumbuh, sehingga tanaman dapat lebih
toleran terhadap shok, terutama yang dipindahkan dilapangan.
Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa mikoriza mempunyai peranan dalam hal pengendalian penyakit tanaman. Linderman, (1988) menduga
bahwa mekanisme perlindungan mikoriza terhadap patogen berlangsung sbb. : 1)
cendawan mikoriza memanfaatkan karbohidrat lebih banyak dari akar, sebelum
dikeluarkan dalam bentuk eksudat akar, sehingga patogen tidak dapat berkembang,
2) terbentuknya substansi yang bersifat antibiotik yang disekresikan untuk
menghambat perkembangan patogen, 3) memacu perkembangan mikroba saprofitik
disekitar perakaran.
Pada tanaman yang terinfeksi
mikoriza mempunyai sifat ketahanan yang lebih dibandingkan dengan tanpa infeksi
mikoriza. Mosse, (1981) melaporkan bahwa cendawan mikoriza dapat membantu
peningkatan ketahanan tanaman terhadap patogen tanah (soil borne). Infeksi
mikoriza pada akar tanaman akan merangsang terbentuknya senyawa isoflavonoid pada akar tanaman kedelai,
membentuk endomikoriza, sehingga
meningkatkan ketahanan tanaman dari serangan cendawan patogen dan nematoda.
Selanjutnya Setiadi, (2000) mengemukakan bahwa assosiasi mikoriza berpengaruh
terhadap perkembangan dan reproduksi nematoda Meloidogyne sp. Patogen yang menyerang akar tanaman seperti Phytopthora, Phytium. Rhizoctonia, dan Fusarium perkembangannya tertekan dengan
adanya cendawan mikoriza yang telah bersimbiotik dengan tanaman.
Tanaman jeruk yang terinfeksi cendawan mikoriza akan menghambat pembentukan
dan pelepasan zoospo-rangia dari zoosporangium Phytopthora parasitica (Davis
dan Menge, (1980). Juga pada tanaman jagung dan Chrysanthenum yang terinfeksi mikoriza berpengaruh terhadap P. cinnamoni (Harley dan Smith, 1983).
Ketahanan tanaman terhadap patogen akibat infeksi mikoriza karena menghasilkan
antibiotik, seperti fenol, quinone, dan berbagai phytoaleksin. Tanaman yang
terinfeksi mikoriza menghasilkan bahan atsiri yang bersifat fungistatik jauh
lebih banyak dibanding tanpa infeksi. Pada tanaman jagung yang terinfeksi
mikoriza mengandung asam amino 3-10 kali lebih banyak dari pada tanpa infeksi
mikoriza. Bila patogen lebih dahulu menyerang tanaman sebelum infeksi cendawan
mikoriza, maka mikoriza tidak akan berkembang pada perakaran tanaman.
PENUTUP
Keberadaan cendawan dalam tanah ada
yang bermanfaat, juga tidak bermanfaat, bahkan menjadi masalah pada tanaman.
Dalam lingkungan tumbuh tanaman (Rhizosfer) terdapat komponen biotik dan
abiotik. Komponen biotik seperti cendawan, bakteri, dan nematoda, ada yang
dapat dimanfaatkan untuk pengendalian tanaman, juga untuk membantu penyerapan
unsur hara dan air, dalam tanah. Salah satunya adalah cendawan mikoriza, yang
diketahui dapat berassosiasi dengan akar tanaman, sehingga dapat membantu dalam
hal penyerapan unsur hara dan air.
Mikoriza yang menginfeksi tanaman,
maka akan membentuk hifa eksternal sehingga memperluas permukaan akar dan
menghasilkan senyawa kimia yang menyebabkan lepasnya ikatan hara dalam tanah.
Selain itu cendawan mikoriza dapat pula berfungsi sebagai pelindung dari
serangan penyakit tertentu seperti patogen Phytopthora,
Phytium, Rhizoctonia, dan Fusarium. Perlindungan
mikoriza terhadap patogen terjadi karena memanfaatkan karbohidrat lebih banyak
dari akar, sebelum dikeluarkan dalam bentuk eksudat akar, menghasilkan
antibiotik, dan memacu perkembangan mikroba saprofitik disekitar perakaran.
DAFTAR PUSTAKA
Aldeman,
J. M., and J. B. Morton. 1986. Infectivity of vesicular-arbuscular mychorrizal
fungi influence host soil diluent combination on MPN estimates and percentage
colonization. Soil Biolchen. 8(1) : 77-83.
Budi, S.
W., J.P. Caussanel, A. Trouvelot and A.Gianiazzi. 1998. The biotechnology of
mychorrizas In N.S. Subba and Y.R. Dommergues (Eds.)
Microbial interaction in aricultural and foresty science Publishers, Inc., USA.
Vol. (1) : 149 – 162.
Davis, R.M. and J.A. Menge. 1980. Influence of Glomus fasciculatus and soil phosphorus
on Phytopthora root rot of citrus.
Phytopathologi, 70:447-452.
De la Cruz, R.E., Lavilla and Zarate, J.T. 1992. Aplication of mycorrhiza in bare
rooting and direct-seeding Technologies for reforestation. In Proceeding of Tsukuba-Workshop Bio-REFOR.
Harley,
J.L., and S.E. Smith. 1983. Mychorrizal Symbiose. Acad. Press. Inc.
Jawal,
M., Jumjumidang, Liferdi, Herizal, dan T. Purnama. 2005. Tehnik produksi massal
cendawan mikoriza arbuskular (MVA) yang infektif dan efektif sebagai pupuk
biologi bibit manggis. Jurnal Stigma XII (4):516-519.
Lambert,
D.H., and Cole, H.J. 1980. Effects of mycorrhizae on establishment and performance
of forage species in mine soil. Agro. J. 72:527-260.
Liderman,
R.G. 1988. Mychorrizal interaction with the rhizosphere microflora. The
mychorrizosphere effect. Phytopathology. 78(3):366-371.
___________.
1996. Role of VAM fungi in biocontrol. In
mycorrhizae and plant health. F.L. Pleger and R.G. Linderman (eds.), APS Press,
the American phytopathologycal society, St. Paul. Minessota.
Matsubara, Y., T. Karikomi, M.Ikuta, H. Hori, S.
Ishikawa, and T. Harada. 1996.
Effect of abuscular mycorrhiza fungus inoculation on growth of apple seedling.
J. Japan, Soc. Hort. Sci. 65(2):297-302.
Mosse, B.
1981. Vesicular-arbuscular mycorrhizal research for tropical Agriculture. Res.
Bull. 82p.
Setiadi,
Y. 2000. Pemanfaatan Mikro-organisme Dalam Kehutanan. Pusat Antar
Universitas Bioteknologi, IPB
Tisdall, J.M. 1991. Fungal hyphae and structural
stability of soil. Aust. J. Soil.
Res. 29:729-743.
Trappe,
J.M. and N.C. Schenck. 1982. Taxonomy of fungi forming endomycorrhizal. In N.C. Schenck (eds.) Phytopat. Soc. St. Paul.
Minnesota. Pp1-9.
tinggalkan komentar anda TQ
BalasHapus